The Expendables 3

16 August 2014

ADA banyak hal yang membuat “The Expendables 3” terasa jauh lebih biasa–bila kita tidak ingin menggunakan kata membosankan–dibanding judul sebelumnya.

Sisa personel pasukan elite yang sudah baya, The Expendables, kembali dihadapkan pada tugas yang punya karakteristik mudah ditebak: sang bos penjahat tak kalah tua tapi jago, sama-sama punya latar belakang militer dan rahasia lain, serta berurusan dengan penjualan senjata lintas negara. Bonusnya, sang pemberi tugas pun sepuh juga. Dalam film yang tayang perdana 15 Agustus lalu, posisi Church (Bruce Willis) di “The Expendables 2” (2012), digantikan dengan sosok lain yang sangat least expected.

source: filmoria.co.uk

Tugas yang dihadapi Barney Ross (Sylvester Stallone), sang pemimpin The Expendables, bersama Christmast (Jason Statham), Gunner (Dolph Lundgren), Toll Road (Randy Couture), dan Caesar (Terry Crews), membuat mereka bertemu dengan hasil eksekusi di luar perkiraan. Bedanya, apabila penonton “The Expendables 2” berhasil dibuat kaget sekaligus girang saat melihat wajah Jean-Claude Van Damme, sekaligus Chuck Norris, Bruce Willis, dan Arnold Schwarzenegger, kali ini tak sedikit penonton yang bertanya dalam hati, “itu siapa ya? Wajahnya enggak asing” saat melihat sang antagonis utama untuk pertama kalinya. Respons ini berbanding terbalik dengan ekspresi keterkejutan Barney dkk atas bos penjahat yang harus mereka habisi. Itu juga yang membuat operasi pertama mereka gagal, menyebabkan jatuhnya korban, dan membuat Barney mempertimbangkan formasi timnya untuk pertama kalinya. Pertimbangan itu mengantarkan alur cerita ke bagian yang belum pernah dimunculkan sebelumnya: total fresh recruitment.

Sebelumnya, Patick Hughes, sang sutradara memang menghadirkan adegan pembuka yang “The Expendables” banget. Dalam adegan tersebut, Barney dkk berusaha menambah personelnya lewat upaya yang cukup spektakuler. Meskipun begitu, kehadiran lakon baru yang cukup kontradiktif (kadang cool, kadang konyol) pada beberapa bagian, tetap tidak menghalangi Barney untuk melakukan perombakan. Dalam tahap ini, baru penonton bisa mendapatkan nuansa yang cukup berbeda lengkap dengan dramanya.

Dari beberapa nama yang baru dimunculkan, penonton paling mudah mengenali Smilee (Kellan Lutz) dibanding tiga nama lainnya. Masing-masing dari mereka memiliki latar belakang dan keahlian tersendiri. Tapi terlepas dari mereka berempat, juga hadir calon anggota baru kelima, yang bertingkah paling konyol di antara lainnya. Para penonton yang selama ini mengakrabi sosok tersebut sebagai tokoh yang romantis, elegan, patut diidolakan sebagai pahlawan, bertemu dengan tingkah yang bertolak belakang dan menggelikan.

Sementara itu, salah satu masalah yang cukup besar dalam presentasi “The Expendables 3” adalah aksi yang kurang gereget. Di Indonesia, film ini memang masuk dalam kategori dewasa, namun laga dan hal-hal yang mengikutinya terasa lebih lembut. Penonton seolah disuguhi dengan aksi para anggota pasukan berlambang tengkorak dan burung gagak dengan dosis yang telah jauh dikurangi. Justru aksi akrobatik yang dibawakan oleh penampil-penampil generasi ketiga, lebih baru dan segar. Itupun jumlahnya tak seberapa.

Selain itu, yang patut disayangkan adalah hilangnya sentuhan humor yang kental, jika dibanding “The Expendables 2”. Dialog dan tingkah pengundang tawa tidak banyak bertebaran. Lagi-lagi, itupun didominasi oleh beberapa orang saja.

Secara umum, di balik sejumlah kekurangan dalam “The Expendables 3”, film ini tetap masuk dalam kategori terbatas. Sayangnya, dalam penayangan perdana Jumat lalu, masih banyak penonton yang datang dengan santai membawa anak-anaknya. Lumayan mengganggu, ketika mata sedang tertuju pada adegan pertempuran agak brutal, telinga malah mendengar suara balita yang bersenandung sendirian menggoda ibunya karena kebosanan.

[]