Kenangan dari Samarinda Era 90-an
SETIAP generasi memiliki “harta karun” kenangannya masing-masing. Tak tergantikan, meskipun telah lekang ditinggal zaman. Begitupun yang dirasakan Generasi Y Samarinda, mereka yang menikmati kehidupan era 90-an dengan segala perniknya. Wajar bila kini banyak di antara pernik-pernik tersebut yang dirindukan.
…dan bagi saya, berikut adalah beberapa di antaranya.
Main Ding-Dong di Supermarket Anna
Ada masanya, ketika Ding-Dong digunakan untuk menyebut perangkat permainan arcade yang benar-benar video game. Dioperasikan dengan duit Rp 100, dan hanya bisa menggunakan benggolan wayang. Beberapa judul permainan yang populer adalah “Street Fighter”, “Contra”, “1942”, dan permainan pesawat tempur dengan efek tembakan yang bikin terperangah saat itu (sampai sekarang juga sih).
Tidak hanya jejeran mesin Ding-Dong dengan musik latar–yang baru kita ketahui beberapa tahun kemudian sebagai–chiptune, lantai atas Supermarket Anna juga dilengkapi dengan areal Boom Boom Car (aslinya bernama Bumper Car). Permainan saling menabrakkan mobil yang seru banget, kala itu. Disusul kemudian arena permainan yang sama di lantai atas Mal Mesra Indah yang masih berdiri hingga kini.
Di tahun 90-an, satu-satunya supermarket dengan arena Ding-Dong di lantai 2 hanyalah Anna, di Jalan Imam Bonjol. Popularitasnya sebagai salah satu “tempat hiburan” di Samarinda mesti pupus setelah kebakaran sekitar dua dekade lalu. Kini, masih ada sisa lantai dan fondasi bangunannya, namun terpagar seng dan belum jelas akan digunakan kembali sebagai apa.
Selain menyenangkan, budaya palak-memalak juga tumbuh di areal Ding-Dong Supermarket Anna. Remaja yang merasa jagau dan lebih besar, mengintimidasi anak-anak yang lebih kecil. Entah bagaimana nasib mereka sekarang.
Nonton Bioskop Mahakama dan Parahyangan
Film pertama yang penulis tonton di bioskop adalah “Jurassic Park”, itu pun di Bioskop Mahakama, Jalan Yos Sudarso. Lengkap dengan kudapan kacang madu dan teh kotakan.
Lebih dahulu berhenti beroperasi, kadang kala cinematic experience masih bisa dirasakan di Bioskop Parahyangan, Jalan Bhayangkara yang lahannya kini telah jadi lokasi mal. Dua bioskop yang dikelola pengusaha lokal ini, benar-benar menjadi gedung pertunjukan. Karena setelahnya, kita harus masuk mal terlebih dahulu.
Selain Mahakama dan Parahyangan, Samarinda sebenarnya juga memiliki beberapa bioskop lain. Beberapa di antaranya seperti Bioskop Garuda, Wisma Citra, Bioskop Kaltim di kompleks Pinang Babaris.
Tulisan lain mengenai bioskop-bioskop di Samarinda bisa dibaca di “Bioskop di Samarinda“.
Es Krim “Tiga Dara”
Untuk yang satu ini, mungkin tak banyak orang Samarinda yang tahu atau pernah menikmatinya.
Di deretan rumah tak jauh dari pintu masuk Pasar Subuh Jalan Yos Sudarso, ada warung kopi dengan plang bertuliskan “Tiga Dara” di depannya. Warung kopi ini dikelola sepasang Engkong-Amah (kakek-nenek) Tionghoa dengan keramahan khas, terlebih kepada anak-anak yang diajak orang tuanya serta. Sebab sajian favorit anak-anak Samarinda hingga akhir 90-an di warung kopi ini adalah homemade ice cream alias es krim buatan sendiri.
Disajikan dengan mangkuk saji khusus es krim berbahan stainless steel yang hingga kini tidak pernah lagi terlihat di kota ini, ada rasa cokelat dan vanila. Kesukaan penulis adalah rasa cokelat, yang bertekstur lembut, tidak terlalu manis, dan kadang kala masih menyisakan serpih es renyah. Dijamin, meskipun sederhana dan cuma berupa scoop-an tunggal tanpa topping macam-macam dan sebagainya, rasa es krim “Tiga Dara” tidak ada duanya. Klasik!
Sayangnya, warung kopi ini berhenti beroperasi setelah sang Engkong meninggal. Mesin pembuat es krim pun kabarnya sudah diboyong ke Surabaya oleh menantunya. Beberapa masa setelahnya, sang nenek juga berpulang.
Selain es krim, sajian yang cukup terkenang dari warung kopi ini adalah kroket kentang lembut dan selalu hangat.
Semuanya Jadi Permainan
Di era 90-an, jangan tanya soal gadget. Video game yang paling keren pun adalah Nintendo maupun Sega, dan tentu saja mahal. Paling advance adalah Play Station 1 yang gambarnya masih pixelated. Tapi bukan berarti anak-anak Samarinda pada masa itu kekurangan kegembiraan. Bahkan sangat gembira, sampai-sampai suah dihamuki mamak di rumah, main lupa waktu dan kotor sampai bebau hari.
Ada Asin Naga, permainan modal badan doang. Selain itu ada juga permainan melompati penghalang dengan ketinggian tertentu. Setiap “naik level”, ketinggiannya pun bertambah. Uniknya, penghalang menggunakan jengkal tangan yang disusun vertikal. Informasi ini baru ditambahkan. Katanya, permainan itu bernama Kil-kilan. Dari tanggapan pembaca, perlu juga menambahkan permainan Benteng dan Kiniboy. Sayangnya, penulis sama sekali tidak ingat dengan permainan terakhir itu. Kalau Benteng, dengan format kurang lebih Asin Naga dengan peraturan berbeda.
Kalau cuma punya karet gelang, jadilah main lompat. Kalau punya biji karet, jadilah Main Pedak pakai undas atau jagoannya. Kalau punya dua batang kayu, main Batu Lele. Bisa Main Rujak, tapi bukan buah. Gebok pakai buntelan plastik. Ada Tembakan Bambu menggunakan kertas yang dibasahi pakai ludah (HAHAHAHA). Bahkan sampai nangkepin Iwak Paret pakai tudung saji (HAHAHAHAHA LAGI). Macam-macam deh, dan semuanya happy!
Oh, satu lagi. Di sekitar sekolah biasanya ada mamang-mamang penyewaan Game Watch atau Super Nintendo yang diikat dengan tali. Setelah waktunya habis, talinya pun ditarik-tarik sebagai pengingat.
Jalanan yang Sepi
Nah, kalau ini sih memang mutlak berubah. Jelas aja, di tahun 90-an, mobil paling hits adalah “rusa” kotak dan Kijang Kapsul. Motor pun tidak semerajalela saat ini. Paling keren ya si “raja”.
Baru banyak yang sadar dalam sepuluh tahun terakhir, bahwa sepinya jalanan Kota Samarinda pada masa itu adalah pelengkap ketenteraman. Makanya, anak-anak banyak yang harus pulang sebelum magrib, karena relatif sepi.
Selain itu, karena masih anak-anak di tahun 90-an, kota ini masih banyak area misteriusnya. Belum terjelajahi, dan seperti kawasan yang masih gelap dalam permainan RPG.
…
Anda, anak-anak Samarinda lainnya, pasti punya daftar tambahan. Ada beberapa yang masih bisa dinikmati sampai sekarang, misalnya Es Kacang Merah Depot Anggrek, Es Kelapa Pak Kumis, dan lainnya. Mari dibagi. Saling bernostalgia. Biarkan para Millennials tetap asyik dengan dunianya di masa kini.
[]
Tulisan ini terbit pertama kali di Undas.Co.