The Lego Movie
SEBUAH pengakuan (yang enggak penting, banget). Sejak pertama kali “berkenalan” dengan kepingan-kepingan Lego sampai sekarang, saya selalu sukses kebingungan. Alih-alih berhasil membuat replika benda dengan sempurna, susunan Lego saya malah menjadi barang-barang abstrak yang maksud penciptaannya hanya bisa dijelaskan lewat imajinasi (maklum, namanya juga masih bocah). Instruksi? Apa itu instruksi?
Dengan pengalaman yang mungkin setali tiga uang, banyak di antara kita yang sangat akrab dengan “mainan bongkar pasang” ini. Bahkan sejak masih mengenakan rompi biru seragam TK, hingga baru tahu bahwa set permainan tersebut bernama “Lego beberapa tahun kemudian. Setelah itu, ada yang tetap menggemarinya hingga dewasa, bahkan menjadi kolektor yang–tentu saja–berpedoman pada lembaran instruksi, namun tak sedikit pula yang hanya menganggapnya sebagai bagian indah masa kecil (padahal memang enggak pernah berhasil bikin Lego sampai tuntas) sekaligus permainan yang mencerdaskan dan merangsang kreativitas.
Walaupun demikian, apapun pandangan Anda terhadap penemuan jenius itu, yang jelas “The Lego Movie” pasti sukses membuat Anda merasa takjub dan terpingkal-pingkal. Tak mustahil, selepas menonton film animasi berformat stop-motion ini, Anda bisa jatuh cinta (kembali) dengan Lego.
Sesuai judulnya, it’s all about the Lego. Sedangkan plot ceritanya bisa dikesampingkan begitu saja, lantaran tidak ada sedikitpun ruang untuk bingung, menganalisis, berpikir untuk mengkritik, merasa tidak puas, ataupun bosan sepanjang durasi. Hanya ada keceriaan, yang beberapa di antaranya begitu konyol sampai-sampai membuat kita pasrah untuk terus tertawa. Tak ketinggalan terselip satu (atau dua) moral cerita, meskipun ujung-ujungnya tak jauh dari semangat berimajinasi dan berkreasi membuat apapun dengan–atau tanpa–Lego.
Semua bintang dalam “The Lego Movie” tak lain adalah orang-orangan Lego. Mereka pun hidup dan berkehidupan dengan balok-balok Lego juga. Karena itu, Anda pasti dibuat kagum dengan bentuk benda atau bangunan apapun yang ada. Mulai dari buih air sampai sebuah istana, bahkan sejumlah realms. Menariknya, para tokoh Lego yang dihadirkan adalah figur-figur populer. Mulai tokoh sejarah, sampai pahlawan super masa kini. Sementara protagonis utamanya, Emmet Brickowski (disuarakan oleh Chris Pratt), dikisahkan hanya seorang pekerja biasa.
Penampilan lakon-lakon tersebut diisi dengan suara para bintang Hollywood yang sangat khas, seperti Morgan Freeman, Liam Neeson, Will Ferrell, (dan yang kurang khas, seperti) Jonah Hill, Channing Tatum, dan lainnya. Parahnya lagi, banyak di antara para pengisi suara yang tidak perlu terlalu serius kala bekerja menyuarakan tokoh masing-masing, dan itu memang menjadi bumbu kelucuan yang sangat menghibur.
Selebihnya, film yang baru tayang di Samarinda Selasa (25/2) lalu dan sayangnya mesti berbagi layar dengan film lain ini juga memiliki soundtrack yang sukses menjadi earworm, bahkan terus terngiang sampai saat ini. Lagu dari Tegan and Sara inipun menjadi bagian dari kombinasi menyenangkan, yang mengiringi cerita sejak awal hingga akhir.
Here’s the deal, “The Lego Movie” terlalu lucu, terlalu konyol, dan terlalu menyenangkan untuk dilewatkan. Plus, don’t miss the mid title-credit, for the bigger picture.
[]