Pinyin: Kenapa Kita Selalu Keliru Membaca Ejaan Tionghoa?

25 May 2017

PERTANYAAN: Apa yang terlintas dalam pikiranmu saat membaca tulisan “Sichuan” atau “Shandong”? Bagaimana kamu melafalkannya? Pernahkah penasaran, kalau tertulis “Sichuan” dan “Shandong” kenapa kok sering terdengar seperti “se-cuan” dan “shan-tung”? Seperti apa sih ejaan Tionghoa itu? Lalu hadirlah Pinyin.


Kita punya Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang versi terbarunya memuat 127 ribuan entri berupa kata dan frasa dan dirilis pertengahan tahun lalu.

Dalam bahasa Tionghoa, kamus umum terbesarnya adalah 中華字海 (Zhonghua Zihai) yang secara harfiah berarti “Lautan Aksara Tionghoa”. Dinamakan demikian karena Zhonghua Zihai memuat 85 ribuan entri berupa aksara saja.

Berbeda dengan bahasa Indonesia maupun bahasa-bahasa lain yang menggunakan alfabet (kata adalah susunan huruf), setiap aksara bahasa Tionghoa mewakili satu kata dan memiliki bentuknya masing-masing. Komposisi goresannya tidak ada yang sama persis, dan dilafalkan sebagai satu suku kata tunggal. Mau tidak mau, harus hafal bentuk, bunyi, serta maknanya.

Tabel contoh Pinyin, ejaan Tionghoa, dan artinya.

Coba tolong dibaca… 😂😂😂

Dengan ini, tentu akan sulit bagi seseorang penutur bahasa lain untuk membunyikan aksara Tionghoa yang ditemuinya. Sehingga diperlukan semacam sistem transliterasi, yakni ketika lafal sebuah aksara Tionghoa ditulis ulang menggunakan alfabet.

Misalnya begini.

  • Tulisan Tionghoa untuk tata krama/sopan santun adalah . Masing-masing bunyinya adalah “li” dan “mao“. Sebagai pelafal bahasa Indonesia, kita menuliskan bunyi kedua aksara tersebut sebagai “li” dan “mao” pula. Lain halnya dengan orang Amerika Serikat, yang barangkali akan menuliskannya sebagai “lee” dan “maw“.
  • Tulisan Tionghoa untuk bunga anggrek adalah . Masing-masing bunyinya adalah “lan” dan “hua“. Akan tetapi, khusus untuk aksara kedua, masih sering kita temui orang-orang yang menuliskannya sebagai “hwa” maupun “hoa“. Hal ini juga yang terjadi pada tulisan “Tionghoa“, menyebabkan banyak orang awam melafalkannya sebagai “ti-yong-ho-wa” alih-alih “tyong-hua“. Kerasa baunya bedanya, kan?

Upaya untuk menyusun sistem transliterasi aksara Tionghoa dengan alfabet latin sudah dimulai sejak awal 1600-an. Begitu pula di Indonesia pada masa pra-kemerdekaan. Kala itu, warga Tionghoa yang mendapatkan pendidikan ala Belanda menggunakan ejaan Van Ophuijsen dalam melakukan alih aksara, terutama dalam menuliskan nama. Maka muncullah “Oen” (文) yang dibaca “un” atau terkadang “wen”; “Lie” (李) yang dibaca “li”, bukan “li-e”; “Tjen” (珍) yang dibaca “cen”; “Jong” (楊) yang dibaca “yong”; “Soe” (蘇) yang dibaca “su”; dan sebagainya.

Setelah jurang linguistik ini mulai teratasi, tantangan selanjutnya adalah standarisasi. Meskipun sama-sama bertujuan untuk membuat tulisan Tionghoa lebih mudah dibaca (oleh penutur bahasa lain) dan dipelajari, orang Amerika Serikat tentu akan kebingungan membaca ejaan Van Ophuijsen. Begitu pun sebaliknya.

Dari sekitar lima sistem transliterasi modern Hanzi (aksara Tionghoa) ke abjad Romawi yang dihasilkan, dua di antaranya digunakan secara global sampai sekarang. Salah satunya–拼音 (Pinyin)–disahkan pemerintah Republik Rakyat Tiongkok selaku si empunya bahasa sebagai sistem resmi, sekaligus menjadi standar internasional dialek Mandarin.

Sementara sistem yang satu lagi–Wade-Giles–masih bertahan di Taiwan, dan secara parsial di Singapura dan Malaysia. Untuk yang ini, bisa kita kesampingkan dulu ya… ntar tanyain aja lagi.

Kembali ke pertanyaan-pertanyaan di atas. Kenapa “Sichuan” dibaca “se-cuan”, dan “Shandong” dibaca “shan-tung”? Kok bisa berubah? Ya beginilah sistem Pinyin, ketika abjad Romawi tidak bisa kita bunyikan seperti dalam mengeja bahasa Indonesia.

Tertulis Dibaca
bi pi
pi phi
di ti
ti thi
ge ke
ke khe
ji ci
qi chi
xi si
zhi che(h)
chi che
shi she(h)
zi ce(h)
ci ce
si se
yan yen

Tabel di atas adalah daftar sederhana untuk ejaan Pinyin yang sering bikin salah baca, serta bisa disesuaikan dengan huruf vokal yang mengikutinya. Kalau ada yang keliru atau kurang, mohon ditambahkan atau dikoreksi ya.

Contohnya seperti ini.

Beijing (北京) → pei-cing
Guangzhou (廣州) → kuang-chou
Yajiada (雅加達) → ya-cia-ta → Jakarta
Sishui (泗水) → se-shui → Surabaya
Sanmalinda (三馬林達) → san-ma-lin-ta → Samarinda
Malibaban (麻里巴板) → ma-li-pa-pan → Balikpapan
Shidouazuo (詩都阿佐) → she-tou-a-cuo → Sidoarjo
Xuexiao (學校) → syue-siao → sekolah
Daxue (大學) → ta-syue → universitas
Qiche (汽車) → chi-che → mobil
Gangbi (鋼筆) → kang-pi → pena
Jiankang (健康) → cien-khang → sehat
Hongbao (紅包) → hong-pao → angpau
Yanjing (眼睛) → yen-cing → mata
Yanjing (眼鏡) → yen-cing → kacamata
Anjing (安靜) → an-cing → tenang
Bokong (撥空) → po-khong → menyediakan waktu

…dan jujur saja, sebagai seseorang yang ndak terlalu bisa ngomong Tionghoa, bagian paling susah adalah “zhi, chi, shi, zi, ci, si” yang bikin lidah keblibet dan bonus muncrat 💩💩💩 Belum lagi soal intonasi atau nada bicara tiap kata. Ujung-ujungnya ya pakai bahasa Inggris juga, agak merasa gagal sebagai seorang keturunan Cina. 😛😛😛

[]