RED 2

20 July 2013

KEBERHASILAN sebuah film prequel akan menjadi bayang-bayang sekaligus “panduan” bagi sequel-nya. Dengan logika sederhana, unsur-unsur yang dianggap sukses menarik pujian penonton dan kritikus, bakal dieksploitasi (atau setidaknya dimunculkan kembali) secara kreatif dan lebih maksimal. Kesan inilah yang ditunjukkan Dean Parisot dalam “RED 2”, film yang baru dirilis Kamis (18/7) lalu, sebagai lanjutan cerita “RED” yang tayang tiga tahun sebelumnya dari sutradara berbeda.

Sedikit perbandingan. Pada 2010, Robert Schwentke menghadirkan “RED” sebagai film dengan konsep cerita yang baru dan segar berdasarkan cerita komik karya Warren Ellis and Cully Hamner. Tentang sekumpulan orang yang berusia lebih dari setengah abad, veteran militer satuan khusus, namun masih mahir menggunakan senjata maupun terlibat dalam pertempuran kelas berat. Mereka dijuluki sebagai “Retired, Extremely Dangerous” (Pensiun, Sangat Berbahaya), dan diburu oleh negara dengan aneka rupa plotnya.

Dalam “RED”, Robert Schwentke fokus untuk membuat penonton benar-benar terpukau dengan aksi berbahaya para bintang lanjut usia. Selebihnya, sang sutradara memang menyelipkan nuansa humor yang mudah dipahami, sedikit bumbu romansa, dan moral cerita lewat sebuah twist. Sedangkan dalam “RED 2”, Dean Parisot terkesan hanya melanjutkan pakem yang telah ada; membangun cerita di atas pondasi yang sebelumnya berhasil ditinggalkan oleh Robert Schwentke. Sehingga, tidak ada hal esensial yang benar-benar berbeda antara “RED” dan “RED 2”. Meskipun demikian, Dean Parisot terasa mengedepankan sisi humor dalam “RED 2”, bahkan dengan porsi yang hampir berimbang bila disandingkan dengan aspek action-nya. Apalagi hampir semua lakonnya memeroleh kesempatan untuk membanyol maupun “tercebur” dalam atmosfir cerita yang menggelikan. Ini membuat “RED 2” tidak lagi mengejutkan penonton prequel-nya (kecuali lewat twist cerita), sekaligus lebih ringan untuk dinikmati.

source: joblo.com

Empat tokoh dari “RED” meneruskan penampilannya dalam “RED 2”. Frank Moses (Bruce Willis) ingin berusaha hidup tenang bersama kekasihnya, Sarah (Mary-Louise Parker). Jauh dari senjata, pertempuran, aksi kejar-kejaran, dan pernik-perniknya, walaupun Sarah sudah mulai merasa bosan dengan ketenteraman tersebut. Sedangkan Marvin (John Malkovich) masih tetap dengan tingkah lakunya yang aneh dan cenderung paranoid. Sementara Victoria Winters (Helen Mirren) membatalkan masa pensiun dan kembali menikmati pekerjaan lamanya, secara “legal”. Mereka (Frank-Sarah, Marvin, dan Victoria) hidup terpisah, sampai akhirnya terpaksa harus berkumpul kembali sebagai sebuah tim mantan agen lantaran skenario gila peninggalan Dr Edward Bailey (Anthony Hopkins) dari masa Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Demi menyelesaikan masalah ini, mereka pun harus berhadapan dengan banyak sumber bahaya dari beberapa negara besar dunia.

Ada banyak musuh utama yang dimunculkan sang sutradara. Mulai dari Jack Horton (Neal McDonough) yang bengis milik negara Amerika Serikat, Han Jo-bae (Lee Byung-hun) yang merupakan pembunuh bayaran nomor satu dunia, Katja (Catherine Zeta-Jones) yang luar biasa seksi dari Rusia, maupun beberapa sosok lain yang muncul sebagai buah twist.

Dari sisi kebrutalan pertempuran, “RED 2” juga jauh lebih ringan jika dibandingkan dengan pendahulunya. Tidak banyak darah yang tertumpah dari bagian wajah, termasuk milik sang kakek gahar, Bruce Willis sekalipun. Namun bukan berarti pertarungan yang disajikan dalam “RED 2” kurang gereget, karena aksi laga yang ditampilkan tetap maksimal. Terutama oleh Lee Byung-hun yang sebelumnya tenar lewat dua judul “G.I. Joe”. Selebihnya, tokoh-tokoh yang lain lebih banyak–atau boleh disebut hanya–bertempur lewat berondongan senapan.

source: huffingtonpost.com

Sedangkan dalam perkara efek dan karakteristik, “RED 2” tetap menghadirkan serentetan ledakan besar seperti dalam judul pendahulunya. Tidak hanya itu, signature gesture atau manuver khas Bruce Willis dalam “RED” (when he slides outta the car, and then “BANG…! BANG…! BANG…!”) pun kembali disuguhkan dengan sejumlah modifikasi. Ditambah aksi keren Helen Mirren dengan pendekatan serupa. Keduanya dalam adegan lambat.

Di sisi lain, ada hal menarik khusus dalam kemunculan Katja sebagai fitur cerita. Dalam film berdurasi kurang dari dua jam tersebut, ia yang paling pantas menyandang gelar femme fatale. Apalagi jika dibandingkan dengan Sarah. Namun lagi-lagi perseteruan antara mereka berdua menjadi bagian menggelikan.

Terakhir, penampilan Anthony Hopkins yang baru muncul di pertengahan cerita memang mengagumkan. Ia membuat tokoh Dr Edward Bailey yang diperankannya pantas menyandang gelar “Retired, Extremely Dangerous”. Menjadi salah satu bagian penting dari cerita “RED 2”, serta menjadikannya cukup menyenangkan untuk disaksikan.

[]