Sekadar Cerita

15 November 2014
4

HABIS nonton “Mahabharata”, “Ramayana”, dan “Mahadeva” back-to-back, ada yang menggelitik pengin ditulis.

Dari beberapa kisah yang dicatat dan diturunkan sejak ribuan tahun lalu sampai diangkat menjadi serial yang belakangan booming, dewa-dewa utama ternyata tidak lepas dari kesan transaksional. Setelah tindakan itu jadi masalah semesta atau konflik antardewa, seisi kahyangan kalang kabut.

Jauh sebelum Hinduisme seperti yang sekarang kita kenal dimunculkan, konsep Trimurti belum tersusun. Pemujaan kepada Brahma, Vishnu, dan Shiva dilakukan parsial. Sekaligus kepada dewa-dewa lain; Indra, Surya (matahari), Chandra (bulan), Agni (api), Vayu (angin), Varuna (samudera), Mitra, dan masih banyak lagi, yang kemudian anyhow diposisikan di bawah ketiga dewa utama tadi. Bahkan ada juga kelompok yang terkesan lebih feminis, memuja pasangan perempuan para dewa sebagai kekuatan tinggi. Figur utamanya seperti Sarasvati, Durga atau Adi Parashakti, Kali, Laksmini, serta sejumlah entitas lain. Lah wong pasangan perempuan para dewa disebut sebagai “shakti” kok.

Setiap kelompok punya argumen kritik masing-masing. Mereka menempatkan salah satu dewa lebih tinggi dibanding dua lainnya. Di Prambanan misalnya, candi utama dibangun untuk Shiva.

Candi Prambanan

Sebelumnya, bangsa Arya melakoni Brahmanisme sebagai perkembangan dari kepercayaan kuno peradaban Lembah Indus. Cikal bakal paham yang menempatkan Brahma sebagai dewa utama. Pencipta. Ibadah kepadanya dengan melakukan sembahyang dan beraneka upacara yang rumit. Mediumnya adalah Agni, api, yang mengantarkan semua persembahan manusia ke angkasa. Kasarnya, makin tekun seseorang melakukan upacara, makin senanglah ia. Kalau sudah senang, Brahma akan muncul di hadapan siapa pun itu (manusia, dewa, atau Asura/raksasa), dan mengabulkan permintaan yang disampaikan.

Di serial “Mahadeva” yang diangkat dari epos “Kumarasambhava”, salah satu musuh Shiva adalah raksasa Tarakasura. Seisi Svarga Loka tidak sanggup mengalahkan dia. Alasannya, Brahma mengabulkan keinginannya (diasumsikan setelah Tarakasura menyelesaikan upacara). Tarakasura minta anugerah keabadian, tapi tidak bisa dipenuhi Brahma karena melanggar hukum alam. Akhirnya, Tarakasura merevisi permintaannya menjadi: hanya bisa dibunuh oleh putra Shiva. Kenyataannya saat itu, Shiva adalah dewa yang yogi, selalu bertapa dan selibat alias tidak kawin. Setelah Tarakasura bikin onar, akhirnya para dewa pun susah payah membuat Shiva bangkit dari semedi dan membuatnya jatuh cinta lagi. Gara-gara ini, Kama atau Mara, dewa nafsu dan cinta, mati dibakar pakai mata ketiga Shiva (berada di antara alis). Mirip Cupid, Kama menembak Shiva dengan panah bunga. Shiva bangun, lalu marah. Sisa tubuh Kama tersebar ke seluruh semesta. Itu sebabnya semua makhluk bisa punya nafsu dan cinta. Tanpa peristiwa ini, Shiva tidak akan menikah dengan Parvati (reinkarnasi cucu sekaligus cicit Brahma, anak Gunung Semeru dan Gunung Himalaya, adik Gangga). Lalu, Ganesha pun tidak akan lahir.

Setelah momen itu, Brahma kembali memberikan anugerah kepada tiga putra Tarakasura: Vidyunmali, Tarakaksha,Viryavana. Selama seratus tahun, mereka bertapa dengan hanya berdiri satu kaki. Dilanjutkan dengan hidup dan bertapa melayang di udara selama seribu tahun. Ditutup dengan semedi jungkir balik, tubuh disangga kepala selama seribu tahun berikutnya. Awalnya, mereka lagi-lagi minta anugerah keabadian, dan ditolak Brahma. Tak kalah cerdik dibanding ayahnya, mereka meminta agar dibuatkan tiga kompleks benteng di tiga alam berbeda. Benteng pertama terbuat dari emas, berada di kahyangan dipimpin Tarakaksha. Benteng kedua terbuat dari perak, berada di langit dipimpin Viryavana. Benteng ketiga terbuat dari besi, berada di bumi. Mereka minta agar sekali dalam seribu tahun, ketiga istana ini berada pada satu garis lurus. Here’s the best part, jika ada yang sanggup menghancurkan ketiga benteng tersebut hanya dengan satu anak panah, maka itulah takdir kematian mereka.

Tak ada yang salah dengan kehidupan mereka bertiga dalam memimpin benteng-benteng tersebut. Juga sebagai pemuja Shiva yang taat, benteng-kota mereka malah maju pesat. Penghuninya–para Asura–sejahtera. Kondisi ini mengkhawatirkan para dewa tingkat menengah dan rendah. Penghujung cerita, lewat intrik yang digagas Vishnu (barangkali terkait dengan kemunculan salah satu Avatarnya: Buddha), akhirnya tiga benteng tadi dihancurkan oleh Shiva. Dari cerita ini, kesannya para Asura dan Shiva adalah korban. Asura ditipu, Shiva diperdaya.

Dalam kisah Ramayana, Dasamukha alias Ravana adalah tokoh jahat yang hebat. Ia menculik Sita dari Rama (salah satu Avatar Vishnu), dibawa ke Kerajaan Lanka/Alengka. Kehebatannya bukan diperoleh begitu saja, termasuk posisinya sebagai penguasa Lanka. Dengan dorongan sang kakek, Dasamukha menyadari bahwa ia harus mendapat restu dari Brahma. Dibantu dua saudaranya, Dasamukha pun meneguhkan diri menjalani beragam upacara yang rumit selama bertahun-tahun. Sesuai rencana, Brahma muncul dan siap memberikan imbalan. Kemunculannya lengkap dengan komentar “engkau telah melakukan upacara penghapusan dosa tersulit, yang pernah aku saksikan.”

Dasamukha meminta anugerah keabadian. Tentu saja ditolak sang dewa. Permintaan itu diubah Dasamukha. Ia meminta agar tubuhnya memiliki simpanan Amrita, air suci dari hasil mengaduk samudera yang mampu membangkitkan makhluk dari kematian. Permintaan tersebut dituruti. Dengan demikian, setiap kali Dasamukha terbunuh, ia mampu menggunakan simpanan Amrita di dalam perutnya untuk hidup kembali. Pertemuan itu belum berakhir. Saking kuatnya efek dari upacara yang Dasamukha lakukan, Brahma bersedia memberikan satu anugerah lagi. Dasamukha meminta agar ia lebih kuat dari semua dewa, Yaksha (raksasa jenis berbeda dari Asura), Gana, dan sederetan nama makhluk-makhluk mitologis. Hanya saja, Dasamukha tidak sadar bahwa ia lupa menyebut manusia. Itu sebabnya, kelak Dasamukha dikalahkan Rama dibantu Hanuman.

Dengan anugerah-anugerah itu, Dasamukha mampu menguasai Lanka. Kendatipun bukan lewat peperangan, melainkan dirampas dari Kubera, saudara tirinya. Hikayat tertulis, Kubera membangun Lanka dibantu Vishwakarma, arsitek para dewata. Layaknya Hephaestus dalam mitologi Yunani, Vishwakarma juga yang merancang dan membuat senjata bagi Shiva untuk menghancurkan benteng milik Vidyunmali, Tarakaksha, dan Viryavana. Di bawah kendali Dasamukha, Lanka jauh lebih makmur dibanding sebelumnya.

Tak cuma Brahma, Dasamukha juga memiliki hubungan positif dengan Shiva. Ya, Dasamukha memang merupakan salah satu pemuja Shiva yang taat. Ketaatannya diganjar pusaka Atma Linggam langsung dari Shiva. Berupa objek persembahyangan untuk Shiva yang mampu melindungi seluruh kota dari malapetaka sekalian mendatangkan kekayaan bagi seisi kerajaan. Panggilan Ravana pun, diberikan Shiva kepada Dasamukha. Beberapa waktu sebelum Dasamukha melancarkan aksi jahatnya.

Lain Brahma, lain pula Vishnu.

Tak direstui menikah dengan Shiva, Sati mendapat perlakuan buruk dari ayahnya, Daksha (putra Brahma). Semua perasaan tidak menyenangkan terakumulasi. Sati membakar dirinya sendiri. Shiva luar biasa marah dan sedih. Ia penggal leher Daksha, dan ia panggul sisa tubuh Sati untuk dibawa kembali ke Gunung Kailasa, kediamannya. Sambil membawa tubuh istrinya, Shiva melakukan tarian kosmik, awal sebuah kiamat. Menakutkan semua dewa.

Bertindak cepat, Vishnu menggunakan cakram pusakanya untuk memotong sisa tubuh Sati, mencerai-beraikannya menjadi belasan atau puluhan bagian dan tersebar di banyak tempat. Tujuannya untuk membuat Shiva kembali tenang. Kiamat pun batal terjadi. Setelah peristiwa ini, Shiva balik ke tapanya. Ia tidak ingin jatuh cinta dan menikah lagi. Sampai kemudian Tarakasura muncul dan bikin kacau, dan hanya bisa dibunuh anak Shiva. Sementara Shiva hanya bisa menikah dengan reinkarnasi Sati, dan Sati hanya bisa bereinkarnasi apabila potongan-potongan tubuhnya disatukan kembali. Shiva sendiri yang berkeliling mencari. Vishnu sampai meminta maaf kepada Shiva atas perbuatannya.

Terlepas dari kisah-kisah di atas, Ganesha dikisahkan tidak serta merta berkepala gajah. Terdapat beberapa versi, namun sebagian besar menyebut bahwa Shiva memenggal bocah itu. Menggantinya dengan kepala gajah setelah konflik usai.

Udah ah.

[]

Disclaimer: Tulisan ini dibuat bukan untuk menyinggung siapapun. 🙂