Radio Galau FM

30 September 2012

MUNCUL sebagai tren di jagat Twitter pada 2011 lalu, kata “galau” mendadak menjadi primadona bahasa Indonesia. Bisa ditebak, pelaku dan penikmatnya adalah para remaja yang baru jadian dan dimabuk asmara, atau siapapun yang tengah gundah gulana.

Tidak jelas siapa yang pertama kali memunculkan tren bergalau ria di Twitter. Namun @RadioGalauFM menjadi salah satu akun perdana yang paling mengakomodasi kegalauan, yang sebelumnya mungkin hanya bisa seliweran tanpa diperhatikan.

Dalam waktu singkat, jumlah follower akun ini meningkat hingga enam digit. Menunjukkan bahwa galau dan penggalauan itu adiktif, dengan kehidupan percintaan remaja sebagai tema utama. Termasuk di dalamnya; kejombloan, bayang-bayang mantan, urusan gebet-menggebet, dilema, tikung-menikung, dan lain sebagainya.

Ada banyak twit cukilan momen pemicu galau yang dilemparkan akun tersebut, maupun yang disumbangkan oleh para follower-nya. Pancingan demi pancingan membuat tren ini berkembang, layaknya bola salju yang terus bergulir membesar, bahkan hingga kini.

Akun @RadioGalauFM mulai berevolusi, ketika pemiliknya (@benzbara_) merilis buku berjudul sama yang mengisahkan urusan cinta-cintaan antara Bara Mahesa, Velinda Caliandra, dan Diandra Pramita. Evolusi pun berlanjut ketika novel tersebut dibuat versi audio visualnya oleh Iqbal Rais. Menampilkan Dimas Anggara (Bara), Natasha Rizki (Velin), dan Alisia Rininta (Diandra).

Bara, pelajar SMA tahun kedua, galau karena sudah menjomblo selama tiga kali puasa, tiga kali Lebaran. Alih-alih frustasi dan kelimpungan berburu calon pacar, ia malah bersikap denial. Bahkan merasa bahwa kejombloannya adalah sumber inspirasi untuk cerpen-cerpennya.

Lalu muncul Velin, cewek imut sang adik kelas, yang suka dengan cerpen-cerpen tulisan Bara. Galau ingin berkenalan dengan penulisnya.

source: aplausthelifestyle.com

Bara dan Velin yang saling suka, akhirnya jadian. Bara tak lagi galau soal kejombloan, tapi ternyata belum siap untuk belajar jadi pacar yang baik. Hubungan mereka dibuat menggantung, sampai akhirnya Bara malah kepincut dengan Diandra, kakak kelasnya.

Tak sadar dengan apa yang sedang dihadapi, Bara ternyata juga tak sanggup menghadapi high maintenance girl macam Diandra. Galau gelombang ketiga tak terelakkan. Bara pun bingung harus bagaimana.

Kisah yang dialami Bara, Velin, dan Diandra mungkin terkesan sederhana dan sering ditemui dalam kehidupan remaja masa kini. Namun justru hal itu yang membuat film “Radio Galau FM” terasa dekat dengan kehidupan pribadi para penonton. Termasuk penggambaran sikap labil dari ketiga tokohnya (yang kerap terkesan berlebihan, terutama bagi penonton tua pasca usia ABG).

Adegan-adegan dalam “Radio Galau FM” ditampilkan dengan proporsi yang pas dan mengalir begitu saja, sehingga tidak ada bagian yang terkesan mubazir, cocok dengan segmentasi penikmatnya yang lebih suka dengan hal-hal sederhana. Sedangkan bagi kelompok moviegoers yang lebih dewasa, film ini terkesan ringan, manis, dan santai, namun tidak bertele-tele. Perbedaan ini juga memunculkan kesan emosi yang beraneka. Para penonton yang memenuhi ruang bioskop saat itu ada yang geregetan dan menganggap kelakuan tokoh-tokohnya kelewat labil, ada yang geli sendiri mengingat masa lalu, ada yang membuat mereka bergumam “aaaw…”, I presume. Ini membuktikan bahwa akting para pemerannya mampu memantik klik dengan penonton, dipandu gaya bercerita Iqbal Rais yang khas.

Selain itu, penonton “Radio Galau FM” juga dibuat kian hanyut dengan lirik dan alunan nada “When You Love Someone” dari Endah and Rhesa, lagu latar pengiring sejumlah adegan penting yang benar-benar cocok didengarkan kala galau mendera.

Meskipun demikian, tak dapat dipungkiri ada beberapa hal yang terasa mengganggu. Mulai dari line yang kerap terulang (misalnya, ketika Velin bertingkah menyebalkan), serta line yang kontradiktif (misalnya, nasihat asmara versus analogi sepatu dari Edo).

Salah satu poin menarik lainnya dalam “Radio Galau FM” adalah penampilan para tokoh tambahan. Seperti Joe “P-Project” sebagai ayah Bara, maupun Jordi Onsu sebagai Rio, sahabat senasib seperjombloan Bara. Kemunculan mereka selalu dilengkapi dengan kelakar yang tepat, sehingga menjadi pendamping tokoh utama yang mampu mencuri perhatian. Termasuk figur cantik sang penyiar radio acara galau yang membuka dan menutup film; Franda.

Ini semua membungkus “Radio Galau FM” menjadi film yang menyenangkan tanpa membuat penonton merasa galau sesudahnya.

[]

Posted from WordPress for BlackBerry.