“Quarantine Food in Sydney”

23 March 2021

A CHRONICLE of my quarantine food. Not bad, I guess.

Tahun 2020 sudah lewat bersama segala ceritanya, dan benar saja kalau nasib orang siapa yang tahu, karena sekarang saya sedang di Sydney. Saat menulis blog ini pun, adalah malam terakhir masa karantina wajib 14 hari untuk setiap pendatang dari luar negeri.

Di Indonesia, kita terbiasa menganggap karantina sebagai tindakan untuk orang yang sudah sakit atau terinfeksi virus. Sementara di sini, karantina adalah tindakan untuk memastikan agar pendatang benar-benar aman dari potensi membawa dan menularkan virus kepada warga sekitar. Biarpun sebelum terbang sudah menunjukkan hasil tes PCR yang negatif, tetap saja tidak ada jaminan penumpang tersebut 100 persen bebas risiko. Contohnya seperti kasus yang dialami kontingen Indonesia di All England barusan. Sehingga siapa pun wajib diisolasi tanpa terkecuali.

Karena program ini sudah berjalan hampir setahun, pelaksanannya pun cukup rapi. Dengan biaya yang cukup mahal, setiap pendatang akan dikawal ke hotel yang sudah ditentukan pemerintah setempat, dan “dipenjara” di sana selama 14 hari. Dapat makan tiga kali sehari (sarapan, makan siang, makan malam), dan menjalani dua kali tes usap di hari kedua dan hari ke-12 masa karantina.

Nah, dari berbagai aspek yang dikhawatirkan dalam karantina, makanan jadi isu utama. Sesusah-susahnya keterbatasan ruang gerak, lebih susah lagi kalau hidangan tidak bersahabat dengan lidah. Ya, namanya juga selera. Lidah setiap orang tentu berbeda. Jadi, dalam tulisan kali ini, saya cuma ingin berbagi senarai sajian yang saya dapatkan sejak pertama kali datang, hingga makan malam terakhir. Kalau enggak lupa, akan diperbarui dengan menu sarapan sebelum “dibebaskan” besok pagi.

Karena namanya juga quarantine food, tentu bermacam-macam menunya. Jarang ketemu nasi, dan satu-satunya sajian khas Indonesia yang ada adalah … Indomie dalam cup. 😂

Pengalaman lah. Sekali-kali.

[]