Kena Corona? Bagaimana Aku Harus Bersiap?

man in brown jacket standing
12 April 2020

SURAM memang, untuk punya pemikiran atau lamunan andai saja kita kena corona. Namun, dengan melihat begitu cepatnya virus ini menyebar, setiap dari kita bisa saja menjadi risk carrier‒sang pembawa risiko penularan‒sampai terbukti melalui tes yang sesuai bahwa kita benar-benar aman dan baik-baik saja.

Dengan memikirkan hal tersebut, apa yang akan saya lakukan jika mengalaminya? Let me rephrase it. Apa yang akan saya lakukan jika terinfeksi virus ini?

Mungkin demikian.

Berusaha Tetap Tenang

Tentu saja, hal ini jauh lebih mudah disampaikan ketimbang dilakukan. Apalagi jika sudah tertular dan kena Corona juga. Pasalnya, ini bukan hanya ketenangan dalam menjalani observasi dan perawatan; bukan pula ketenangan menghadapi kematian; tetapi juga ketenangan bahwa sepeninggal kita karena virus ini, tidak menyisakan kerepotan dan kesusahan bagi orang-orang yang kita tinggalkan.

Izinkan saya berceloteh lebih jauh. Dari protokol yang berlaku saat ini, setiap orang diminta untuk mengisolasi diri selama 14 hari. Salah satu tujuannya adalah sebagai langkah pengamanan (agar tidak menulari atau ditulari), dan sebagai rentang pengamatan muncul tidaknya gejala-gejala (demam, sesak nafas, batuk dan pilek) sebelum akhirnya harus dilarikan ke rumah sakit guna penanganan lebih lanjut.

Dalam kondisi yang berusaha tetap tenang tersebut, saatnya dilanjutkan dengan …

Membuat Daftar

Yakni menyusun segala hal yang berpeluang terganggu selama kita dikarantina dan dirawat khusus. Terutama yang berhubungan atau terkait orang lain.

Di bagian ini, kita kesampingkan dahulu urusan religius nan personal. Saya yakin setiap dari Anda pasti sudah punya pandangan pribadi mengenai seberapa siap menghadapi kematian dalam konteks penghakiman di hari akhir, masa tunggu pembangkitan, tabungan amal ibadah, kemampuan mempertanggungjawabkan perbuatan di hadapan para kaki tangan Sang Yang Mahakuasa, dan sebagainya.

Mulailah fokusnya dari hal-hal sederhana dan keseharian. Misalnya pekerjaan, utang dan janji, pasangan dan anak, orang tua, maupun kewajiban-kewajiban duniawi pada umumnya.

person writing bucket list on book anticipating when kena Corona
Source: Unsplash

Iya, ini urusan duniawi, kok, yang dianggap jauh lebih rendah dibanding urusan spiritual. Masalahnya, setidak penting apa pun, urusan-urusan duniawi ini yang bisa dilimpahkan atau dialihkan ke orang lain. Dan secara alamiah, tidak ada seorang pun yang suka ketambahan pekerjaan, atau direpotkan urusan orang lain. Kita semua sadar bahwa setiap orang pasti akan meninggal, tetapi tidak semua orang pasti  ketimpaan tanggung jawab dan tanggungan orang lain.

Contohnya, apabila Anda adalah seorang karyawan dan memberitahu perusahaan tentang status infeksi. Apakah Anda mendapatkan keleluasaan izin sakit selama yang diperlukan, ataukah harus mengambil unpaid leave atau cuti tanpa gaji? Ataukah Anda malah dianggap dan diminta mengundurkan diri seketika tanpa satu bulan pemberitahuan? Di sisi lain, bagaimana dengan tugas-tugas Anda selama ditinggalkan? Apakah bisa diserahkan kepada kolega, atau harus ada proses handover terlebih dahulu? Bagaimanapun juga, sebuah perusahaan harus terus berjalan dengan atau tanpa Anda. Prosesnya saja yang mungkin berbeda.

Begitu pula dengan aspek finansialnya. Di Indonesia, perawatan dan penanganan orang-orang yang kena Corona memang ditanggung negara, akan tetapi bagaimana jika yang bersangkutan adalah tulang punggung keluarga? Belum lagi jika kebetulan sandwich generation. Yang artinya, memiliki tanggungan ganda. Orang tua, pasangan, dan anak.

Sekali lagi, kematian pasti akan datang, dan terlepas dari perkara amal ibadah dan bekal di akhirat, tetap ada orang-orang yang kehidupannya berubah selepas kita divonis positif. Bagaimana dengan tabungan Anda? Asuransi jiwa Anda? Atau warisan, barangkali? Intinya, menjawab pertanyaan tentang bagaimana kelangsungan dan kelancaran kehidupan orang-orang yang Anda tinggalkan?

Siap Menghadapi

Pada akhirnya, kemungkinannya hanya dua; sembuh, dan tidak sembuh. Saat perawatan tengah berlangsung, bagaimana sikap mental Anda ketika menjalaninya? Apabila itu berujung pada kematian, bagaimana cara Anda “menyambutnya”? Kendati sejauh ini, beberapa pasien Covid-19 di Indonesia telah sembuh dan kembali pulang. Dan itulah harapan kita semua, bila sewaktu-waktu turut terkena.

Tak hanya terkait Covid-19, seperti inilah yang juga terjadi dalam kehidupan kita, apa pun faktor penyebabnya. Sayangnya, kita seringkali harus bertemu dengan kesukaran dan penderitaan terlebih dahulu, untuk disadarkan tentang kesiapan dan apa yang ditinggalkan.

“Secara alamiah tidak ada seorang pun yang suka ketambahan pekerjaan, atau direpotkan urusan orang lain.”

[]

* Ditulis untuk Greatmind.id