Jazz Crowd Samarinda (?)

249
views

LAIN lubuk, lain ikannya. Lain kota, lain gayanya. Begitupun di Samarinda.

Sebagai kota yang unik, Samarinda dihuni orang-orang yang tak kalah uniknya. Mereka memiliki gaya sendiri saat berurusan dengan banyak hal, termasuk pada musik dan pertunjukannya.

Sebagai orang Samarinda aselik, saya nyaris tak ingat konser siapa yang pertama kali saya datangi. Yang jelas, konser itu bukan oleh band, berlangsung secara tertutup di sebuah klub malam, penuh asap rokok, cahaya remang, dan baru dimulai sekitar jam 12 malam (padahal dalam iklannya, dimulai sekitar jam 10). Dalam konser, saya dibuat terperangah dengan bagaimana cara crowd Samarinda menikmati konser tersebut: JAIM.

Sebelum momen itu, dalam benak saya (based on what I’ve watched), arena konser musik populer aneka genre selalu diisi para penonton yang benar-benar menikmati penampilan musisi idola mereka tanpa peduli band atau perseorangan. Tak hanya sing along, mereka pun terlihat nyaman ketika ikut menggoyangkan badan (atau setidaknya salah satu dari anggota tubuh mereka), mengikuti ritme musik sang penampil.

Hanya saja, para penontonkonser kala itu lebih banyak yang cuma berdiri tanpa gerakan sewajarnya. Mereka memenuhi dance hall hanya untuk mengacungkan kamera ponsel. Tidak sedikit pula yang malah melipat tangan di depan dada, bahasa tubuh alamiah untuk sikap defensif (atau kedinginan). Entah, apakah mereka benar-benar menikmati pertunjukan musik tersebut, atau tidak.

Pada kenyataannya, kondisi serupa terus terjadi hingga saat ini, terutama dalam konser bukan band. Terlebih untuk penampilan genre Jazz, dengan penggemar yang terbilang masih minoritas. Seperti yang berlangsung Jumat (19 Oktober) lalu.

Empty seats?
photographer: @inudnud

Dengan range harga tiket yang tergolong murah (dibandingkan daya beli warga Samarinda, dan harga tiket konser serupa yang digelar di kota-kota pulau Jawa), konser Tompi dan Raisa tidak full house. Baik area festival maupun area berkursi sama-sama tidak penuh. Terlepas dari kualitas performa para penampil, ternyata crowd Samarinda tetap menunjukkan gelagat yang sama.

“Enjoy sih enjoooy.”
“Tp gak asik, gak ada yg goyang.”
“Cih penonton2 kaku”
“Ples, mayoritas emang beli tiket yg duduk, kan.”
“Gak bs apa2 kcuali sing along”
“Ho’oh, gak asik td aku goyang garing sndiri.”

Demikian komentar salah satu penonton, yang kebetulan memang seorang penggemar Jazz dan sudah kerap mendatangi event-event Jazz nasional macam JavaJazz dan NgayogJazz dengan atmosfer yang berbeda. Logikanya, bisa jadi para penonton konser Tompi dan Raisa pada malam itu bukan benar-benar penggemar Jazz (maupun penggemar Raisa secara individual). Jadi, cuma iseng nonton, atau biar sekadar dianggap happening?

Mungkin alasan-alasan tersebut yang membuat penyelenggaraan konser Jazz di Samarinda tetap menjadi peristiwa yang langka. Selain karena pendapatan tiket yang belum terjamin BEP-nya, warga Samarinda sendiri masih banyak yang belum siap untuk benar-benar menikmati konser Jazz sebagai sebuah performa pemberi asupan batin.

Sebagai perbandingan, situasi di Samarinda JAUH BERBEDA dengan yang terjadi Mei lalu, saat saya berkesempatan menyaksikan kolaborasi Indra Lesmana dan Titi DJ. Konser tersebut berlangsung di salah satu lounge bar, Jakarta Selatan, yang secara areal jauh lebih kecil ketimbang klub-klub malam di Samarinda. Dengan konten yang luar biasa keren, konser disaksikan oleh crowd yang tidak malu-malu kucing mengekspresikan kegembiraan dan apresiasinya. Itupun terselenggara dengan harga tiket yang lebih rendah (sedikit), pertunjukan yang dimulai pada jam wajar (jam 10 malam), serta fixed compliment yang tidak semahal di Samarinda.

One of the best music performance I’ve ever attended.
Thank You. 🙂

Dalam waktu dekat, tantangan seperti ini juga bakal dihadapi panitia penyelenggara Mahakam Jazz Fiesta 2012, festival Jazz pertama di Samarinda yang akan berlangsung 2 – 4 November mendatang. Para musisi yang tampil di Mahakam Jazz Fiesta 2012 bukan nama sembarangan. Dari skala nasional, ada Berry Likumahuwa Project, Rieka Roslan, Wayan Balawan, Nita Aartsen, Adi Darmawan, Sandy Winarta, Matthew Sayerz, Dennis Junio dan Benny Likumahuwa. Sedangkan musisi lokal yang berkesempatan tampil adalah Borneo Jazz, Erick & Friends, Borneo Bassline, Ebony Harmonic’s, Mahakam Jazz Band, Edelweiss, BE D’light Balikpapan.

“Ini dari inisiatif rekan-rekan di Warta Jazz Jakarta yang berkeinginan menyelenggarakan event Jazz pertama di Pulau Kalimantan. Kemudian kami melihat peluang bagus ini dengan mengusulkan Mahakam Jazz Fiesta untuk menjadi bagian dari Festival Mahakam 2012, sebagai try out,”

(HM Faisal, Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, dan Kominfo Kota Samarinda.)

Komentar di atas menegaskan bahwa Mahakam Jazz Fiesta 2012 dihadirkan bukan sebagai konser komersial pada umumnya, namun dikondisikan sedemikian rupa agar bisa terselenggara dengan dukungan sponsor. Konsekuensinya, acara ini bisa dinikmati secara GRATIS!

Saya penasaran, apakah event ini bisa menjadi titik balik penerimaan musik Jazz bagi warga lokal, atau bakal menambah deretan trial and error project yang membuktikan keberanian (dan kenekatan) para penggagas ide dan penyelenggarannya.

Pastinya, doa dan harapan terbaik dari saya untuk panitia dan semua tim yang terlibat di dalamnya. 🙂

[]

Posted from WordPress for BlackBerry.

4 COMMENTS

  1. Saya nggak tau Raisa je, tapi saya seneng liat fotonya.
    Terkait Mahakam Jazz Fiesta, semoga lancar dan crowdnya sesuai yang diharapkan. Kalau bisa seperti ngayogjazz sih.
    Uhm… btw kalau event nasional diadakan di daerah, nggak ada yaa brand lokal atau brand nasional yang ngesupport acara didaerah #persoalan
    ah yasudah..

    • Hehe!
      Terkait Raisa di sini, saya belum paham sepenuhnya apakah memang karena performa yang bersangkutan, atau atmosfer penyelenggaraan konsernya, yang tidak sinkron dengan kultur “so-called” penikmat musik Samarinda.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

eleven − 5 =