CZ12

20 January 2013

SAKING banyaknya, mungkin tidak ada yang ingat berapa kali Jackie Chan mengalami patah tulang, otot robek, sendi bergeser, dan aneka cedera lainnya. Yang jelas, hingga kini ia masih hidup, tetap dengan senyuman khasnya, serta belum pensiun dari dunia hiburan internasional. Bahkan ia baru merilis “Chinese Zodiac” atau “CZ12” (十二生肖) pada Desember 2012, film produksinya sendiri yang mulai tayang di Samarinda Sabtu (12/1) lalu dalam sesi midnight.

Sesuai judulnya, ikon film ini ada pada 12 hewan lambang shio. JC (Jackie Chan) dan timnya menjadi ahli barang antik sekaligus pencuri berkemampuan tinggi yang disewa sebuah perusahaan kolektor. JC dkk bertugas untuk mengumpulkan semua kepala patung lambang shio tersebut dari berbagai tempat di dunia, setelah sebelumnya dirampas dari salah satu bagian Istana Musim Panas Kota Terlarang, Beijing. Sekian.

Ceritanya terlalu sederhana? Memang, apalagi tanpa nuansa fantasi di dalamnya. Sekilas mengingatkan pada dua film “Armour of God”, yang juga menceritakan soal perburuan barang-barang purbakala.

Rentetan aksi laga dan kelucuan-kelucuan yang disajikan dalam “CZ12” justru menjadi daya tarik utama. Penonton bisa mengesampingkan beberapa bagian cerita yang tak sukses dipahami, lantaran ditutupi atraksi akrobatik dalam sejumlah adegan spektakuler. Berbeda dengan empat judul “Police Story”, “Thunderbolt”, atau “Rob-B-Hood” yang melengkapi banyak adegan berbahaya dengan cerita dramatis, mengharukan, serta berhasil membuat penontonnya ikut merasa sedih.

Di balik kemampuan film ini menghadirkan hiburan yang menyegarkan, tetap ada beberapa hal pengganggu kenikmatan. Pertama, ada dua baris teks terjemahan yang sangat mendistraksi. Film ini didominasi dengan dialog dalam bahasa Tionghoa (Mandarin dan Kanton), sehingga mesti dilengkapi dengan teks terjemahan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.

Kedua, bagian awal film terasa sangat terburu-buru (atau mungkin saya yang terlalu lamban mengikutinya). Penonton diajak ngos-ngosan mengikuti ritme pergeseran bagian, tanpa bisa menikmati banyak detail yang ada di setiap frame.

Ketiga, sang sutradara (Jackie Chan sendiri), juga terburu-buru dalam menancapkan pondasi ketokohan, kecuali untuk lakon yang dimainkannya sendiri. Ketimpangan ini terasa hampir untuk semua peran tambahan termasuk anggota tim pemburu artefak, dan para antagonis. Di akhir film, barulah Jackie Chan terkesan sangat murah hati dengan memberikan ruang tambahan untuk kisah pribadi para anggota tim pemburu artefak.

Keempat, kacamata 3D tidak banyak memberikan perbedaan sensasi saat menyaksikan film ini.

Selain itu, “CZ12” memang miliknya Jackie Chan. Salah satu rumah produksinya adalah Jackie & JJ Productions. Aktor berusia 58 tahun tersebut juga menjadi sutradara, produser, penulis naskah, bintang utama, sekaligus ikut menyanyi dalam beberapa soundtrack-nya. Entah, apakah pemilihan Kwon Sang-woo sebagai Simon juga berada di bawah kendalinya atau tidak. Ada yang terasa kurang pas dengan hal tersebut. Pasalnya, reputasi Sang-woo yang sebelumnya melejit lewat serial “Stairway to Heaven” (2003), “Cinderella Man” (2009), dan beberapa judul lainnya seolah dikerdilkan. Persis seperti pengerdilan para selebriti Asia di film Hollywood.

Porsi untuk Sang-woo berbeda dengan penampilan Oliver Platt sebagai Lawrence, salah satu antagonis utama. Meskipun kemunculan Platt kurang dari sepuluh kali, namun ketokohannya tetap terasa kokoh. Lebih melekat di ingatan penonton.

Terlepas dari kekurangan-kekurangan tersebut, “CZ12” tetap menjadi wahana Jackie Chan untuk “berdansa dengan maut”. Ada saja aksi mendebarkan yang baru pertama kali dilihat, berdampingan dengan modifikasi aksi-aksi yang sudah dilakukan Jackie sebelumnya. Semua dilakukan Jackie sendiri tanpa menggunakan peran pengganti. Bahkan cedera yang dialaminya dalam pengambilan sejumlah adegan, memperkuat penampilan Jackie dalam menjalankan cerita. Tidak ketinggalan, ekspresi komikal dan menggelikan khas film-film karya Jackie juga tetap melimpah ruah. Dilakukan secara merata oleh hampir semua pemain.

source: tamilstar.com

Sebagai film Hong Kong, “CZ12” juga tak lupa menghadirkan kekerabatan antarselebriti. Menjelang akhir film, ada tiga cameo yang dimunculkan, termasuk istri Jackie Chan sendiri. Pensiunan aktris Hong Kong; Joan Lin.

Pada akhirnya “CZ12” menjadi sama seperti film-film Jackie Chan lainnya; film yang menyenangkan dan tak membosankan untuk ditonton berulang-ulang, termasuk cuplikan bloopers di credits title-nya.

[]